Menciptakan Lapangan Pekerjaan Baru Melalui Bisnis Home Industri Spirulina Guna Mengurangi Ketergantungan Terhadap Impor Bahan Baku Pembuatan Pakan







Indonesia secara umum terdiri dari 70% lautan/perairan, Namun hingga saat ini Indonesia masih belum bisa menjadi negara penopang kebutuhan ikan di dunia. Untuk saat ini Indonesia termasuk tiga besar dalam memproduksi ikan  setelah China dan Peru,  walau perbedaan angkanya masih sangat jauh. China memproduksi sekitar 14,8 juta ton sementara Indonesia hanya 5 juta ton. Namun sekalipun merupakan tiga besar dalam produksi ikan, Indonesia tidak termasuk  dalam lima besar pengekspor ikan, bahkan kalah dibanding dengan Vietnam dan Thailand. Nilai ekspor ikan Indonesia “hanya” sekitar  US $ 2,9 juta.
Budidaya ikan saat ini menyumbang sekitar 30% dari total produksi ikan dunia dan negara-negara Asia mendominasi sekitar 87% produksi ikan budidaya dunia. China sejauh ini memimpin produksi ikan hasil budidaya dengan menyumbang sekitar 60% produk budidaya ikan dunia. Kemudian diikuti oleh India 9%, Jepang (4%) dan Indonesia diurutan keempat dengan menyumbang sekitar 4% produksi perikanan budidaya ikan dunia (FAO, 1997).
Akhir-akhir ini Indonesia juga sering mengimpor ikan dari negara lain. Seperti dikabarkan bahwa Malaysia dan Pakistan mengekspor ikan ke Indonesia yang ternyata mengandung bahan berbahaya yaitu formalin. Terkait hal ini Indonesia harus lebih kompeten dalam meningkatkan produksi ikan terutama dalam bidang budidaya. Karena hasil laut sendiri terus dilakukan penangkapan, dibubuhi oleh program kerja Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia yang sangat memfokuskan penangkapan hasil laut guna meningkatkan perekonomian Indonesia. Akibat yang ditimbulkan dari penangkapan yang terus-menerus adalah terjadinya kelangkaan yang berujung dengan kepunahan terhadap suatu spesies. Oleh sebab itu, Indonesia juga harus mengalihkan pandangan kepada budidaya agar produksi perikanan terus meningkat dan keanekaragaman tetap terjaga. Kontribusi budidaya terhadap produksi nasional perikanan diharapkan meningkat agar perikanan budidaya menjadi salah satu andalan sumber devisa non-migas bagi negara. Bukan hal yang sulit bagi Indonesia untuk menjadi negara yang bisa mendominasi produksi ikan dunia mengingat lebih dari 1/3 wilayah Indonesia adalah perairan.
Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan budidaya sendiri sampai saat ini pakan masih menjadi problematika yang belum terpecahkan di Negara Indonesia. Pakan merupakan komponen produksi utama yang menentukan keberhasilan produksi budidaya perikanan, khususnya budidaya ikan air tawar. Selain itu, pakan buatan berfungsi sebagai sumber energi utama bagi perkembangan maupun pertumbuhan ikan yang dibudidaya secara intensif. Namun kebutuhan bahan baku pakan nasional sebagian besar masih berasal dari bahan baku impor, sehingga berdampak pada tingginya harga pakan. Hal ini menjadi kendala bagi petani tambak untuk meningkatkan produksi hasil budidaya karena biaya pakan merupakan biaya tertinggi dalam usaha budidaya secara intensif.
Faktor lain yang mempengaruhi jumlah produktivitas ikan di Indonesia tidak bisa mencapai titik yang diharapkan, salah satunya adalah banyaknya ikan yang mudah terkena penyakit karena tidak memiliki kekebalan terhadap berbagai jenis bakteri, virus dan organisme pembawa penyakit lainnya. Terkait hal itu, pembudidaya harus mandiri dalam memilih bahan baku pakan lokal yang memiliki kandungan nutrisi tinggi serta dapat meningkatkan kekebalan tubuh pada ikan sehingga pertumbuhan dan produksi ikan budidaya di Indonesia mencapai batas yang diinginkan. Menanggapi permasalahan tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mengembangkan industri ”Home Industri Spirulina” yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pakan yang bisa memberikan kekebalan tubuh bagi ikan, sehingga ikan tidak mudah terkena penyakit.
Menurut Dr. Sorta Basar Ida S, M.Si. seorang doktor lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) mengungkapkan bahwa kemampuan Spirulina dalam menambah kekebalan tubuh ikan telah diuji pada ikan patin jambal. Ikan yang diberikan bahan pakan ini lebih resisten terhadap serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Hal ini menunjukan bahwa pakan ikan dengan bahan dasar Spirulina benar – benar bisa menambah kekebalan tubuh pada ikan, sehingga ikan akan lebih kebal dari berbagai penyakit yang menyerang.
Spirulina adalah alga yang mengandung beberapa bahan aktif yang baik untuk kesehatan ikan, diantaranya antitoksin, lipopolisaccharida, phycocyanin, chlorophil, carotenoid, asam gamma linoleat, asam amino, mineral dan vitamin. Kandungan proteinnya yang tinggi mencapai 60-70% (basis kering) serta kandunga asam-asam amino spirulina sesuai dengan rekomendasi badan pangan dunia FAO (Choi et al. 2003). Dengan berbagai kandungan yang ada dalam Spirulina maka mikro alga ini bisa digunakan sebagai bahan pembuatan pakan yang bisa memberikan manfaat untuk menambah kekebalan tubuh pada ikan.
Menurut Prof Nyoman Kabinwa, periset spirulina, perairan Indonesia meliputi perairan tawar, payau, dan laut berpotensial untuk pengembangan ganggang hijau biru. Maka Spirulina menjadi salah satu mikroalga yang sangat menjanjikan dikembangkan di Indonesia terkait dengan potensi mikroalga ini cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pakan. Selain itu, hingga saat ini di Indonesia belum terdapat pembudidayaan Spirulina skala massal yang dilakukan oleh pembudidaya ikan untuk kepentingan pakan alami maupun untuk bahan baku pembuatan pakan. Dengan demikian, selain untuk menjamin ketersediaan pakan alami dan bahan baku pembuatan pakan, home industri Spirulina juga dapat menjadi lapangan pekerjaan baru bagi para istri petani tambak atau istri nelayan yang tidak memiliki pekerjaan tetap.
Kultur pakan alami Spirulina mudah dilakukan karena memiliki adaptasi yang tinggi dan mampu berkembang biak dengan cepat dalam waktu relatif singkat sehingga ketersediaannya dapat terjamin sepanjang waktu. Menurut Lavens and Sorgeloos (1996), Spirulina yang paling umum dibudidayakan mampu mentolerir suhu antara 16 - 27°C. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan suatu mikroalga sangat erat kaitannya dengan ketersediaan nutrien (unsur hara) serta kondisi lingkungan. Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh media kultur/nutrien, intensitas cahaya, pH, aerasi dan suhu (Lavens and Sorgeloos, 1996). Kultur Spirulina tidak memerlukan lahan yang luas. Media kultur Spirulina sangat mudah diperoleh dengan memanfaatkan barang bekas yang tidak bocor seperti galon aqua, ember dan juga dengan membuat kolam sederhana seperti kolam terpal. Pupuk alternative untuk pertumbuhan Spirulina dapat berupa limbah air tahu, NPK, air limbah pertambakan dan sebagainya yang mengandung nitrogen, fosfor dan kalium.  Daolun (2006) menyatakan bahwa material anorganik seperti nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) merupakan substansi yang baik bagi pertumbuhan Spirulina.
Selama ini banyak petani tambak yang mengetahui bahwa pertumbuhan ikan akan lebih cepat jika pakan yang diberikan berupa pakan alami. Akan tetapi akibat keterbatasan ilmu yang dimiliki mengenai teknik kultur pakan alami, para petani tambak tidak memiliki pilihan lain selain hanya memberikan pakan buatan saja. Oleh sebab itu, strategi pengenalan teknik kultur Spirulina kepada masyarakat khususnya petani tambak harus dilakukan melalui transfer ilmu sekaligus memberikan pelatihan mengenai cara produksi Spirulina skala semi massal. Sedangkan untuk pemanfaatan Spirulina sebagai bahan pembuatan pakan harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Untuk proses mengkultur alga Spirulina, perlu dilakukan tahapan-tahapan sederhana dan mudah sebagai berikut :
1.      Setengah liter bibit Alga dapat di kultur dengan 4 liter air bersih (lebih baik lagi pakai air isi ulang) di sebuah wadah seperti sejumlah botol-botol bekas air mineral, sebelum nantinya dikultur lebih lanjut pada Aquarium ataupun Drum fiber hingga ke kolam out-door khusus kultur alga seperti kolam terpal.
2.      Isi 4 liter air bersih pada sebuah galon bekas yang tidak bocor, tuangkan bibit alga Spirulina dan aduk beberapa menit saja agar merata.
3.      Selanjutnya, berikan pupuk berupa NPK sebagai nutrisi untuk pertumbuhan bibit alga pada wadah galon
4.      Aduk pupuk, air dan bibit alga dalam ember. Lalu tuang air itu ke dalam 4 atau 5 botol bekas air mineral yang tutup-tutupnya telah dilubangi untuk memasukkan selang-selang udara dari mesin pompa udara (aerator).
5.      Hidupkan pompa udara selama 24 jam sehari non-stop hingga air menjadi hijau dalam 4-5 hari. Bila kultur dilakukan di dalam ruangan (in-door), maka perlu dibantu penyinaran dengan cahaya lampu pijar 60 watt ataupun lampu neon non-stop 24 jam sehari agar bibit alga dapat melakukan proses fotosintesis dan terus berkembang biak.
6.      Jika dalam 4-5 hari air pada botol-botol tersebut sudah mulai berwana hijau, alga Spirulina dapat di kultur lagi pada Aquarium besar ataupun kolam-kolam terpal yang diberi selang-selang udara aerasi dan pecahayaan lampu juga, kecuali media berada diluar ruangan (out-door) yang dapat menerima sinar matahari.
7.      Proses seminggu berikutnya, alga tersebut dapat di kultur pada kolam khusus kultur (out-door) yang besar, agar air hijau yang mengandung Spirulina semakin banyak.
Langkah-langkah penanganan panen Spirulina:
1.      Air dalam wadah/kolam yang berisikan Spirulina dikeluarkan melalui selang (seperti penyifonan)
2.      Air yang keluar dari selang ditampung dalam wadah lainnya dan diberikan saringan berupa kain pada penutup wadah agar Spirulina yang dipanen dapat tersaring pada kain tersebut
3.      Spirulina yang tersaring kemudian diperas untuk memastikan tidak ada lagi air yang tercampur dengan Spirulina
4.      Spirulina telah selesai dipanen

Sebelum dijadikan sebagai pakan buatan ikan, Spirulina harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Teknik pengolahan sederhana yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      Spirulina yang telah dipanen harus dikeringkan terlebih dahulu
2.      Kemudian Spirulina yang sudah kering selanjutnya dihaluskan menjadi tepung
3.      Tepung Spirulina dicampurkan dengan bahan lainnya, Sebab pembuatan pakan ikan dengan bahan baku Spirulina ini harus dicampur dengan bahan – bahan pakan ikan lain agar ikan mau mengonsumsinya.
4.      Setelah itu pakan Spirulina diberikan pada ikan yang dibudidaya secara intensif.
Home Industri Spirulina memiliki beberapa keuntungan, diantaranya mudah dikultur, mampu berkembang biak dengan cepat dalam waktu relatif singkat sehingga ketersediaannya dapat terjamin sepanjang waktu. Dengan adanya home industry Spirulina pembudidaya mendapatkan keterampilan mengenai teknik kultur pakan alami Spirulina beserta pengolahannya  serta mampu menghasilkan bahan baku pembuatan pakan untuk kepentingan pribadi maupun untuk  dijual ke pembudidaya lain. Home industry Spirulina diharapkan juga mampu mengurangi jumlah impor bahan baku pakan dan ketersediaan terhadap bahan baku pembuatan pakan dapat dikontrol sendiri oleh petani tambak dengan memaksimalkan kultur Spirulina dirumah. Dengan adanya home industry Spirulina akan menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Jika bahan baku pakan tersedia, petani tambak akan mudah memproduksi pakan mandiri sehingga biaya yang dikeluarkan terhadap pakan dalam kegiatan budidaya menjadi berkurang. Disamping itu dengan adanya home industry Spirulina  akan meningkatkan kualitas produksi perikanan Indonesia yang lebih mandiri, berdaya saing dan berkelanjutan serta ramah lingkungan. Dimulai dari hal kecil tersebut, Indonesia telah perlahan melepas ketergantungan terhadap negara lain.
REFERENSI
Choi GG, Bae MS, Ahn CY, Oh HM. 2003. Induction of Axenic Culture of  
Arthrospira (Spirulina) platensis based on Antibiotic Sensitivity of Contaminating Bacteria. Journal of Biotecnology Letter 30: 87-92
Choi GG, Bae MS, Ahn CY, Oh HM. 2003. Induction of Axenic Culture of
Arthrospira (Spirulina) platensis based on Antibiotic Sensitivity of Contaminating Bacteria. Journal of Biotecnology Letter 30: 87-92
Dao-lun F, Zu-cheng W. 2006. Culture of Spirulina platensis in human urine for
biomass production and O2 evolution. Journal of Zhejiang University 7(1):34-37
FAO. 1997. Fiberboard and Particle Board. FAO. Geneva
Lavens, P., and P. Sorgeloos, 1996. Manual on the production and use of live
food for aquaculture, fisheries technical paper, food and agriculture. Organization of The United Nation, Rome.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI ORGANISME AKUATIK

HYMNE KKN KEBANGSAAN

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN LELE SANGKURIANG